Sebenarnya habis Irak, Indonesia mau jadi sasaran berikutnya. Tapi Pentagon membayangkan jika AS terpaksa harus menyerang Indonesia, berapa kerugian yang harus dipikul pihak AS dan berapa keuntungan pihak Indonesia dari kehadiran tentara AS di sana.
Begitu memasuki perairan daratan Indonesia, mereka akan dihadang pihak bea cukai karena membawa masuk senjata api dan senjata tajam serta peralatan perang tanpa surat izin dari pemerintah RI. Ini berarti mereka harus menyediakan “Uang Damai”, coba hitung berapa besarnya jika bawaanya sedemikian banyak.
Kemudian mereka mendirikan Base camp militer, bisa ditebak di sekitar base camp pasti akan dikelilingi tukang Bakso, Tukang Es kelapa, lapak VCD bajakan, sampai obral Cel-Dam Rp.10000/3 Pcs. Belum lagi para pengusaha komedi puter bakal ikut mangkal di sekitar base camp juga.
Kemudian kendaraan-kendaraan tempur serta tank-tank lapis baja yang diparkir dekat base camp akan dikenakan retribusi parkir oleh petugas dari dinas perpakiran daerah. Jika dua jam pertama perkendaraan dikenakan Rp. 10.000,- (maklum tarif orang bule), berapa yang harus dibayar AS kalau kendaraan & tank harus parkir selama sebulan.
Sepanjang jalan ke lokasi base camp pasukan AS harus menghadapi para Pak Ogah yang berlagak memperbaiki jalan sambil memungut biaya bagi kendaraan yang melewati jalan tersebut. Dan jika kendaran tempur dan tank harus membelok atau melewati pertigaan, mereka harus menyiapkan recehan untuk para Pak Ogah.
Suatu kerepotan besar bagi rombongan pasukan jika harus berkonvoi, karena konvoi yang berjalan lambat pasti akan dihampiri para pengamen, pengemis dan anak-anak jalanan, ini berarti harus mengeluarkan recehan lagi. Belum lagi jika di jalan bertemu polisi yang sedang bokek, udah pasti kena semprit kerena konvoi tanpa izin. Bayangkan berapa uang damai yang harus dikeluarkan.
Di base camp militer, tentara AS sudah pasti nggak bisa tidur, karena nyamuknya busettt, gede-gede kayak vampire. Malam hari di hutan yang sepi mereka akan dikunjungi para wanita yang tertawa dan menangis. Harusnya mereka senang karena bisa berkencan dengan wanita ini, tapi kesenangan tersebut akan sirna begitu melihat para wanita ini punya bolong besar di punggungnya.
Pagi harinya mereka tidak bisa mandi karena di sungai banyak dilalui “Rudal Kuning” yang di tembakkan penduduk setempat dari “Flying helicopter” alias wc terapung di atas sungai.
Pasukan AS juga tidak bisa jauh-jauh dari pelaratan perangnya, karena di sekitar base camp sudah mengintai pedagang besi loakan yang siap mempereteli peralatan perang canggih yang mereka bawa. Meleng sedikit saja tank canggih mereka bakal siap dikiloin. Belum lagi para curanmor yang siap beraksi dengan kunci T-nya siap merebut jip-jip perang mereka yang kalau didempul dan cat ulang bisa dijual mahal ke anak-anak orang kaya yang pengen gaya-gayaan.
Dan yang lebih menyedihkan lagi, Badan Pasukan AS akan jamuran karena tidak bisa berganti pakaian. Kalau berani nekat menjemur pakaiannya dan meleng sedikit saja, besok pakaian mereka sudah mejeng di pasar Jatinegara di lapak-lapak pakaian bekas.
Peralatan telekomunikasi mereka juga harus dijaga ketat, karena para bandit kapak merah sudah mengincar peralatan canggih itu. Dan mereka juga harus membayar sewa tanah yang digunakan untuk base camp kepada para pemilik tanah. Di samping itu, mereka juga harus minta izin kepada RT/RW dan kelurahan setempat, berapa meja yang harus dilalui dan berapa banyak dana yang harus disiapkan untuk meng-Amplopi pejabat-pejabat ini.
Para komandan pasukan AS ini juga akan kena tugas tambahan mengawasi para prajuritnya yang banyak menyelinap keluar base camp buat nonton dangdut di RW 06, katanya ada Inul di sana.
Membayangkan ini semua, akhirnya Bush dan Rumsfeld memutuskan untuk mundur.
sumber :http://hermawayne.blogspot.com/2010/09/alasan-kenapa-amerika-nggak-nyerang.html